Wednesday, October 11, 2006

Sebuah Cerita Kehidupan...

Seorang ibu berprofesi peminta-minta yang berada di sudut lampu merah itu menggendong anaknya yang masih kecil, berjalan mendekati seorang pedagang makanan keliling. Dengan beberapa ratus rupiah sebuah bungkus permen itu berpindah tangan, yang kemudian diberikannya kepada sang anak di gendongan. Sang anak dengan wajah ceria menerima dan kemudian memainkannya tanpa bermaksud memakannya, mungkin karena tidak tahu bagaimana cara membukanya atau memang dia hanya memainkannya. Sang kakak mendekatinya dan mencoba untuk meminta permen itu, tapi sang adik tak memberikannya dan karena kakanya memaksa maka menangislah si kecil.
Sebuah potret nuansa kehidupan manusia di kota metropolitan, sebuah foto yang jelas menggambarkan bagaimana beratnya mengarungi kehidupan ini.

Anak mungil yang tidak seharusnya berada tiap hari di jalanan yang penuh dengan kotoran kimia itu tanpa dapat menolak harus menjalaninya, dia harus bersahabat dengan semua kotoran, debu, motor, dan mobil serta orang-orang yang lewat di lampu merah itu, dia, tanpa pernah mengerti menghirup bulat-bulat semua hal yang di sajikan di depan hidungnya, semua kotoran yang seharusnya di buang oleh kuda-kuda besi itu harus dihirup dan dimasukkan ke paru-parunya yang kecil, harus dialirkan oleh darahnya ke semua sudut bagian tubuh mungilnya. Sebuah cerita sedih yang tak tau kapan akan berakhir.

Sang kakak yang masih berusia 6 tahunan, yang juga tidak seharusnya menemaninya karena bukankah dia sudah cukup umur untuk masuk ke sebuah sekolah ? untuk duduk di bangku kecil dan mendengarkan semua pelajaran yang diberikan oleh sang guru ? bukankah dia sebaiknya bermain di sebuah tanah lapang yang cukup asri daripada harus bermain di pinggiran trotoar jalan ? bukankah dia layak untuk mendapatkan teman-teman yang lebih baik untuk bermain daripada bermain dengan orang-orang yang berumur jauh lebih tua darinya ?

Dan sang ibu, yang menjadi sumber dari segala sumber ini semua, apakah patut disalahkan ? mungkinkah dia dapat meninggalkan kedua anaknya yang masih kecil-kecil itu di rumah, jika mereka mempunyai rumah, sendiri tanpa pengawasan ? mungkinkah dia akan berada di jalanan kalo dia mempunyai suami yang bisa memberikan nafkah bagi keluarga kecil itu ? mungkinkah dia akan "mengorbankan" masa depan anaknya dengan cara seperti itu ? ataukah dia seorang ibu yang malas yang hanya memikirkan jalan pintas untuk mendapatkan uang tanpa memikirkan nasib anak-anaknya ? ataukah dia memang tidak tahu bahwa semua yang dia lakukan itu merusak kehidupan masa depan anak-anaknya ? atau dia memang sudah putus asa dengan semua kemiskinan yang selalu menemani sepanjang kehidupannya ?

Sebuah cerita kehidupan yang selalu berulang dan berulang, kapankah akan usai ?

Terinspirasi dari sebuah kejadian di pagi hari ini di sebuah perempatan lampu merah

5 comments:

zuki said...

Mungkin yang akan jadi pertanyaan, apa yang bisa lakukan? Mungkin kita tidak bisa berbuat banyak untuk ibu itu, mungkin kita tidak bisa jadi orang-gede yang bisa merubah nasib negeri ini. Tapi mungkin kita bisa pelan-pelan merubah diri kita dan sekeliling kita untuk bisa berbuat sesuatu, yang lebih baik bagi negeri ini, sekecil apapun ...

just a thought ... :)

Anonymous said...

beginilah potret metropolitan..sigh

siapakah yg harus disalahkan?

sus said...

Sebuah warna-warni kehidupan... Membuat kita semakin bersyukur atas segala yg kita miliki.

Flona said...

weleh ini mah kadang2 salah ortunya juga siy..mereka kurang berusaha deh kayanya...emang sih ada yang udah berusaha tapi tetep begitu2 ajah, tapi kebanyakan yang malesnya deh

Anonymous said...

mereka ada supaya yang lebih mampu belajar seni memberi dan yang diberi belajar nilai mensyukuri sebuah pemberian. kita tahu semua akan usai ketika kehidupan di dunia ini berakhir.

http://kristeesblog.blogspot.com. btw ini link ku yg baru :D