Tuesday, May 30, 2006

Saudaraku….

Mataku tiba-tiba tertatap tajam
melihat text yang berjalan di bagian bawah televisiku
Jantungku serasa berhenti berdetak
namun setelah itu berdegup dengan sangat kencang

Kota indah itu tlah porak-poranda,
bukan…bukan karena ulah manusia,
tapi karena alam yang menggeliat
ya karena geliatan alam

Dinding itu meretak…atap-atap dan isi rumah berjatuhan
saudara-saudaraku yang masih beristirahat dengan tenangnya
tiba-tiba harus berloncatan terbangun
dan lari keluar dari peraduannya

Kasihan kaki-kaki kecil itu,
mereka harus mengikuti langkah orang tuanya untuk menghindarkan diri
kasihan kaki-kaki rapuh itu,
yang terhuyung-huyung untuk sekedar mencari tempat yang aman

Tapi…
ribuan saudara harus berpulang
puluhan ribu terluka
tak sempat tuk menghindar

Suara tangis dan jeritan perih terdengar
sebagai penghilang ngilu dan sakit karena luka menganga di tubuh
sebagai pengungkap kesedihan karena terpisah dari orang-orang tercinta
sebagai pengungkap rasa sebagai manusia lemah tak berdaya

Suatu pemandangan yang membuat mata berkaca-kaca dan hati tercabik-cabik
tapi disini, ribuan kilo dari sana ku berada,
hanya sebuah doa dan sedikit bantuan yang dapat ku berikan
semoga bisa mengurangi sedikit penderitaan yang terasa disana


Untuk saudara-saudaraku di Jogja, semoga diberi kekuatan dan ketabahan untuk menerima segala kondisi yang ada.

original post : 29 Mei 2006

Tuesday, May 23, 2006

Aku, Lelaki ...

Kelu lidahku, tak sanggupku mengatakannya...
Otakku terasa membeku, tak lagi mampu tuk berpikir
Tuk menyatakan segalanya untukmu

Aku bukan lelaki romantis, yang bisa menyatakan perasaan hatinya dengan terbuka
Aku bukan lelaki yang pintar merayu, yang biasa merangkai kata-kata indah
Aku bukan lelaki yang dapat membuat engkau merasa melayang di awang-awang
Aku bukan lelaki yang bisa memberikan segala kebutuhan hidupmu

Tapi, aku adalah lelaki yang akan menyayangimu, sampai jiwa meninggalkan raga
Dan aku adalah lelaki yang akan berusaha melindungimu dari segala kebusukan dunia
Dan aku adalah lelaki yang akan berusaha membahagiakanmu dalam usia hidupmu
Dan aku adalah lelaki yang akan mencintaimu dengan segala yang aku miliki

original posted : 19 Mei 2006

Keputusan

Seorang anak kecil, sambil berjalan terseok-seok, di tengah teriknya matahari yang sedang memancarkan kekuatannya sekaligus kasihnya ke bumi ini.
Dia, membawa sebuah gelas plastik bekas, mengasongkannya kepada setiap pengendara motor dan mobil yang berhenti di perempatan jalan sambil menunggu lampu hijau.
Anak itu tidak sendiri tapi bersama beberapa temannya, dan hebatnya lagi, mereka seperti punya perjanjian mana 'bagian' mereka untuk dimintai dan mana 'bagian' temannya.
Aku yang juga sedang berhenti, memperhatikan mereka, dan salah satu anak itu mendekati ku sambil mengasongkan gelas bekas itu yang sudah berisi beberapa keping uang.
Dia tidak berbicara hanya matanya yang memandangku, dengan tatapan yang memelas...
Aku menggoyang-goyangkan tanganku, sambil berkata 'lainnya saja...'
Setelah lampu menjadi hijau, aku menjalankan motorku lambat-lambat. Di pikiranku masih tergambar dengan jelas, tatapan matanya, tatapan mata yang meminta untuk dikasihani....
Apakah keputusanku untuk tidak memberikan 'sedikit' uang kepada mereka sudah benar ?

Sekilas pikiranku teringat sebuah berita di tv yang menceritakan kehidupan mereka, dimana mereka hanya dipergunakan oleh seseorang untuk mencari uang, anak-anak itu dijadikan 'sales' mereka untuk mendapatkan kekayaan. Sungguh biadab memang kedengarannya, tapi itulah kehidupan dunia, yang kuat yang akan memang.
Bagiku memberi mereka uang yang sebenarnya untuk membantu mereka, tapi malah membantu para 'bosnya' untuk menjadi semakin kaya, ya walau yang aku beri juga tidak akan terlalu besar, tapi sama saja judulnya tetap membantu si bos, bukan membantu si bocah.
Tapi bagaimana, jika si bocah memang bekerja untuk dirinya sendiri, alias dia memang meminta-minta untuk mencukupi kebutuhannya sendiri dan bukan untuk organisasi atau genk atau bos, seperti yang aku pikirkan ? jika semacam itu, berarti aku bersalah karena tidak membantunya.....
Pemikiran itu terus menerus berulang, dan sampai sekarang akupun tidak menemukan jawabannya, karena aku tak tahu mana yang benar, ini bukan masalah hati nurani atau bukan, karena hati nurani pasti akan mengatakan untuk memberi sedangkan otak sebagai tools penimbangnya, tetapi tetap harus diambil keputusan apakah akan memberi atau tidak.
Karena keputusan adalah sebuah keputusan, kita tidak tau efeknya sampai suatu waktu yang akan datang.

original posted : 16 Mei 2006

Seorang anak kecil, sambil berjalan terseok-seok, di tengah teriknya matahari yang sedang memancarkan kekuatannya sekaligus kasihnya ke bumi ini.
Dia, membawa sebuah gelas plastik bekas, mengasongkannya kepada setiap pengendara motor dan mobil yang berhenti di perempatan jalan sambil menunggu lampu hijau.
Anak itu tidak sendiri tapi bersama beberapa temannya, dan hebatnya lagi, mereka seperti punya perjanjian mana 'bagian' mereka untuk dimintai dan mana 'bagian' temannya.
Aku yang juga sedang berhenti, memperhatikan mereka, dan salah satu anak itu mendekati ku sambil mengasongkan gelas bekas itu yang sudah berisi beberapa keping uang.
Dia tidak berbicara hanya matanya yang memandangku, dengan tatapan yang memelas...
Aku menggoyang-goyangkan tanganku, sambil berkata 'lainnya saja...'
Setelah lampu menjadi hijau, aku menjalankan motorku lambat-lambat. Di pikiranku masih tergambar dengan jelas, tatapan matanya, tatapan mata yang meminta untuk dikasihani....
Apakah keputusanku untuk tidak memberikan 'sedikit' uang kepada mereka sudah benar ?

Sekilas pikiranku teringat sebuah berita di tv yang menceritakan kehidupan mereka, dimana mereka hanya dipergunakan oleh seseorang untuk mencari uang, anak-anak itu dijadikan 'sales' mereka untuk mendapatkan kekayaan. Sungguh biadab memang kedengarannya, tapi itulah kehidupan dunia, yang kuat yang akan memang.
Bagiku memberi mereka uang yang sebenarnya untuk membantu mereka, tapi malah membantu para 'bosnya' untuk menjadi semakin kaya, ya walau yang aku beri juga tidak akan terlalu besar, tapi sama saja judulnya tetap membantu si bos, bukan membantu si bocah.
Tapi bagaimana, jika si bocah memang bekerja untuk dirinya sendiri, alias dia memang meminta-minta untuk mencukupi kebutuhannya sendiri dan bukan untuk organisasi atau genk atau bos, seperti yang aku pikirkan ? jika semacam itu, berarti aku bersalah karena tidak membantunya.....
Pemikiran itu terus menerus berulang, dan sampai sekarang akupun tidak menemukan jawabannya, karena aku tak tahu mana yang benar, ini bukan masalah hati nurani atau bukan, karena hati nurani pasti akan mengatakan untuk memberi sedangkan otak sebagai tools penimbangnya, tetapi tetap harus diambil keputusan apakah akan memberi atau tidak.
Karena keputusan adalah sebuah keputusan, kita tidak tau efeknya sampai suatu waktu yang akan datang.

original posted : 16 Mei 2006

Tuesday, May 09, 2006

Aku lakukan untuk kalian semua

Tidak, aku tidak jahat kepada kalian
Aku sudah memberitahu kapan aku akan mengeluarkan isi perutku
Sehingga kalian bisa bersiap-siap
Tapi, kadang kalian merasa egois
Kalian lebih menyayangkan harta benda kalian dibanding dengan jiwa kalian sendiri
Saat ada saudaramu yang memintamu untuk pindah sementara di tempat yang aman
kalian dengan keras kepala menolaknya.
Aku tahu bahwa kalian hidup nyaman bersamaku selama beberapa waktu ini
tapi memang sudah waktunya aku mengeluarkannya
bukan semata-mata untukku sendiri
tapi ini juga untuk kebutuhan kalian,
tahukah kalian bahwa setelah laharku dingin dan membeku
dapat kalian tanami dengan tanaman, dan apakah kalian tahu,
bahwa kesuburannya akan jauh melebihi kesuburan tanah yang kamu miliki sekarang ?

Tidak, aku tidak egois
aku melakukan ini semua untuk kalian, untuk bumi ini juga
untuk kehidupan kalian, agar kalian lebih makmur.

Aku menyayangi kalian, seperti aku menyayangi bumi ini, karena aku adalah bagian dari semesta alam ini, karena aku adalah Merapi.